Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Mendung di Langit Puisi

NusantaraBerpuisi - Mendung di Langit puisi merupakan judul pada puisi yang saya tulis berikut ini, yakni sebuah bentuk keprihatinan saya akan sebuah puisi yang selalu menjadi ajang perlombaan, di mana dalam sebuah perlombaan tersebut selalu menuai pro dan kontra.

Mendung di Langit Puisi saya tulis dengan bahasa kiasan, akan tetapi maknanya tidak seberapa sulit untuk dipahami pembaca.

Mengapa bisa terjadi hal demikian?


Tentu saja yang menjadi hal utama adalah antara penyelenggara, juri dan keputusan akan karya yang terpilih sebagai juara banyak memicu peserta lomba untuk mengungkapkan sebuah kekesalan akan keputusan tersebut.

Sebenarnya hal yang wajar andai dalam suatu lomba itu ada yang kalah dan ada yang menang. Namun, sikap legowo (berlapang dada) kadang tidak lagi menjadi tameng untuk menerima kenyataan.

Baca juga




Banyak hal yang dapat menjadi alasan, mengapa peserta ribut, salah satunya adalah:
1. Peserta lebih pintar daripada juri
2. Juri kurang konsisten dalam aturan lomba yang diselenggarakan
3. Juri sudah benar-benar berusaha, akan tetapi peserta tidak memahami maksud dari puisi yang dimenangkan
4. Juri dianggap memiliki kecondongan pada peserta lomba, meliputi teman dekat, nama peserta dan sebagainya

Lalu, bagaimana menyikapi hal ini?



Tidaklah mudah untuk menyelenggarakan lomba itu mulus tanpa adanya kontra. Akan tetapi sebagai wujud tanggung jawab, alangkah baiknya juri itu memberikan uraian dan alasan, mengapa puisi tersebut bisa juara. Semisal:

Juri harus mampu membedah puisi, jika puisi peserta mengandung konotasi yang cukup tinggi yang tidak dimengerti oleh peserta lomba. Dengan demikian, peserta dapat belajar, bagaimana cara membuat puisi yang baik.

Baca juga puisi lainnya

Agar tidak terjadi kecondongan juri pada salah satu peserta event (lomba), alangkah baiknya jika setiap karya peserta yang tersaji untuk juri itu dihilangkan nama penulis dan titimangsanya. Hal ini tidak bisa menjamin, karena juri juga menjadi anggota grup, tentu bisa saja mencari tahu karya peserta yang dicondonginya. Meskipun tidak menjamin sepenuhnya, namun setidaknya sifat karya sudah berusaha dirahasiakan.

Berikut adalah puisi tentang keprihatinan saya mengenai hal-hal di atas.

MENDUNG DI LANGIT PUISI

Karya: Adi Taufik, S.Pd
          (Ridho An Nidzar)

Sepah, puisi tanpa nutrisi
Hilang sajian secangkir kopi
Bagaimana hendak bersuara nyaring
Sedangkan sajian membikin tenggorokan kering

Apakah harus kembali menyelam
Pada lautan tinta paling dalam
Untuk mengobati rasa dahaga

Sembari mencari mutiara kata yang sesungguhnya

Ah, kamu bisa saja
Diamlah, jangan bersuara!
Lihat saja, langit mendung
Hujan akan segera turun, ayo berlindung!

Tunas-tunas puisi akan tumbuh kembang
Kicau burung akan turut memberikan tembang
Tunggulah sebentar
Puisi akan kembali tumbuh segar
Memulangkan makna yang sesungguhnya

Membangunkan jiwa yang sedang terlena

Lampung, 23 Maret 2021



Harapan  Penulis

Harapan saya, terkait puisi di atas, semoga untuk selanjutnya, puisi itu kembali pada jati diri yang sesungguhnya (tidak untuk dijadikan bahan perdebatan, lecehan ataupun hal-hal lain yang sifatnya menghina karya). Terlebih pada seorang juri, agar lebih konsisten untuk mengambil keputusan, dengan beberapa tahap, di antaranya:
  • Membaca
  • Memahami
  • Mengoreksi
  • Menilai
  • Memutuskan.

Semoga sedikit uraian di atas mampu memberi sedikit solusi untuk dunia literasi.

Post a Comment for "Mendung di Langit Puisi"